Garis besar fisiografi Pulau Jawa pernah dibahas oleh Pannekoek. Kemudian dalam usahanya membahas penduduk Pulau Jawa, Horstmann dan Rutz mengaitkan pemusatan-pemusatan penduduk dengan bentuk medan atau fisiografi.
Bahasan tentang fisiografi dalam karangan ini, sedikit banyak didasari oleh kedua usaha di atas, meskipun ada beberapa perbedaan yang maksudnya untuk lebih memperinci.
Ada empat unsur utama sebagai bentuklahan Pulau Jawa, yaitu:
Wilayah Lipatan tertier Selatan, dengan dataran-dataran rendah yang tercakup di antaranya.
Wilayah pegunungan Tengah, yang sebenarnya adalah sebuah depresi, tetapi karena tutupan bahan volkanik, wilayah ini menjadi tinggi.
Wilayah Lipatan Utara dengan berbagai bentuk antaranya.
Wilayah Dataran Aluvial yang terutama terdapat di pesisir Jawa Barat.
Di antara wilayah-wilayah fisiografi secara garis besar itu, terdapat bentuk-bentuk medan yang berbeda dengan bentuk umum wilayah yang bersangkutan, seperti misalnya Dataran Rendah Grajangan, Sukamade Lumajang di Wilayah Lipatan Selatan Jawa Timur. Dataran Rendah Kedu Selatan dan Lembah Serayu, Lembag Citandui di Jawa Tengah dan Jawa Barat bagian timur. Dataran rendah yang luas-luas terdapat di daerah pedalaman Jawa Timur. Dataran rendah tidak nampak di pedalaman Jawa Barat. Tetapi sebaliknya dataran rendah yang luas terdapat di bagian utara Jawa Barat, sedangkan di Utara Jawa Tengah dataran rendah utaranya sempit.
Di bagian timur Jawa Tengah dan di bagian utara Jawa Timur, dataran yang nampaknya rendah itu sebenarnya adalah sinklinorium atau jejeran beberapa sinklinal dari Wilayah Lipatan Utara, yang di kedua daerah itu sampai ke pantai dan malahan sampai ke Madura. Di Jawa Barat sebagian wilayah Lipatan Utara itu tertutup oleh bahan volkanik seperti bentuk “alluvial fan” G. Salak dan G. Gede antara Jakarta – Bogor dan endapan volkanik Tangkuban Perahu di daerah Subang.
Seperti telah dibahas oleh Horstmann dan Rutz, kaitan pemusatan penduduk dengan fisiografi memang erat, meskipun kesuburan tanah mungkin sedikit berbeda antara fisiografi yang sama, tetapi letaknya lain. Nampak, bahwa lereng lebih penting daripada tingkat kesuburan, dalam usaha pemanfaatan tanah.
suatu teropong bintang dengan tiga kali perbesaran yang didasarkan pada uraian teropong bintang praktis pertama kali yang ditemukan oleh Hans Lippershey di Netherlands. Teropong ini kemudian ditingkatkan kemampuannya sampai sekitar 30x kekuatan jangkauan pandangan. Dengan ditingkatkannya kemampuan jangkuannya, teleskop ini bisa melihat perbesar, tegak lurus suatu gambaran dari atas bumi, sehingga alat itu kini dikenal juga sebagai suatu teropong santir tegak atau keker. Alat ini dapat juga digunakan untuk mengamati suasana bintang-bintang di langit. Pada tanggal 25 Agustus 1609, ia mempertunjukkan hasil temuan teropong bintangnya yang pertama kalinya ke pembuat undang-undang Venesia, Italia. Teropong bintangnya mendapatkan hasil sampingan menguntungkan karena bisa dijual ke saudagar yang sering melaut, sebagai pedoman berpetualang mengitari samudera. Ia menerbitkan inisial asli pengamatan astronomi teleskopis tersebut pada bulan Maret 1610, dalam suatu risalah ringkas berjudul Sidereus Nuncius (Pembawa Pesan Bintang).